Lokomotif Vs Atlet Pelatnas Vs Perempuantua : Apa Persamaannya?
WAKTU masih kecil, Anda mungkin pernah mendengar kisah penyesuaian ‘The Little Engine That Could’? Buku itu bercerita perihal kereta api yang bergerak ke bukit dengan perlahan dan tersendat. Lokomotifnya berkata pada diri sendiri, “Aku bisa, saya bisa, saya bisa.” Kereta pun terus bergerak perlahan naik hingga datang di bukit dengan selamat.
Pelajaran sederhana yang sanggup diberikan ialah: percayalah pada kemampuan diri sendiri. Seandainya lokomotif itu tidak percaya akan kemampuannya datang di atas bukit, bisa jadi kisah dalam buku itu berakhir menyedihkan.
Bukan hanya lokomotif itu saja yang sanggup mengatakan, “Aku bisa, saya bisa, saya bisa”, tetapi Anda pun sanggup melaksanakan yang sama. William Arthur Ward, penulis kondang asal Amerika mengatakan, ”Saya yaitu pemenang alasannya saya berpikir ibarat pemenang, bersiap jadi pemenang, dan bekerja serupa pemenang.” Ward betul, jikalau Anda berpikir menjadi seorang pemenang, maka memang benar Anda seorang pemenang.
Kisah heroik lokomotif itu dalam dunia konkret dibuktikan sendiri oleh Hendrawan, atlet bulutangkis Indonesia. Tahun 1997, Hendrawan dinyatakan sudah habis oleh PBSI. Karena faktor usia dan prestasinya yang menurun, PBSI bermaksud mengeluarkan Hendrawan dari Tim Pelatnas. Tapi Hendrawan punya keyakinan sendiri, bahwa ia percaya kemampuannya dan belumlah habis. Hendrawan masih percaya bahwa ia sanggup meraih prestasi yang lebih baik lagi. Dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi, dan diiringi kerja keras yang tidak lelah, Hendrawan memperlihatkan kepada dunia bahwa ia memang bisa meraih prestasi luar biasa.
Hendrawan menunjukan kemampuannya telah sempat dinyatakan sudah habis. Tahun 1998, Hendrawan menjadi penentu kemenangan Tim Thomas Indonesia. Juga ia menjuarai Singapura Terbuka. Kemudian di tahun 2000, Hendrawan kembali menjadi penentu kemenangan Tim Thomas Indonesia. Di tahun itu pula ia mengukir namanya dengan meraih medali perak dalam Olimpiade Sydney. Masih di tahun yang sama, ia menjadi runner up Jepang Terbuka. Dan pada tahun 2001, ia menjadi Juara Dunia Tunggal Putra, sebuah gelar yang menjadi idaman pebulutangkis manapun di dunia. Tahun 2002, ia kembali membawa Indonesia mempertahankan Piala Thomas ke Tanah Air.
Percaya kemampuan diri sendiri tak harus ditunjukkan oleh mereka yang berprofesi sebagai atlet, yang bekerja di kantoran, yang mempunyai stamina fisik yang prima, atau mereka yang masih muda dan mempunyai semangat menggebu-gebu. Percaya pada diri sendiri, percaya akan kemampuannya, sanggup ditunjukkan oleh siapa pun. Tanpa mengenal pekerjaan, status, umur, dan jenis kelamin.
Tahun 1988, nama Mak Eroh sempat menyedot publik nasional. Saat itu, semua orang ramai memperbincangkannya . Mak Eroh, waktu itu berumur 50 tahun, perempuan dari Kampung Pasirkadu, Desa Santana Mekar, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat memang telah mengukir prestasi besar.
Apa yang menciptakan nama Mak Eroh melambung? Mak Eroh, bergelantungan seorang diri di lereng yang tegak di tebing cadas, di lereng timur maritim Gunung Galunggung. Mak Eroh berhasil berjuang sendirian menciptakan susukan air sepanjang 47 hari. Ketika pertama kali Mak Eroh melakukannya, banyak masyarakat sekitar yang mencibir tindakannya. Tapi hal itu tidak menyurutkan langkahnya untuk terus bekerja. Mak Eroh percaya akan kemampuan nya, walau ketika itu usianya boleh dibilang tidak muda. Seorang perempuan yang mustinya menikmati hari tuanya dengan menimang atau bermain dengan cucu.
Mak Eroh yang hanya mengecap pendidikan hingga kelas III SD dan mempunyai tiga orang anak, dalam aksinya memakai tali areuy, tali sejenis rotan sebagai penahan ketika bergelantungan. Sedangkan alat yang digunakan untuk ‘mengebor’ tebing cadas hanyalah cangkul dan balincong, serupa linggis pendek.
Saluran untuk mengalirkan air dari Sungai Cilutung balasannya berhasil diselesaikan. Berhentikah tindakan Mak Eroh mengebor tebing cadas? Belum. Dengan semangat yang tak kenal menyerah, Mak Eroh melanjutkan menciptakan susukan air berikutnya sepanjang 4,5 kilometer mengitari 8 bukit dengan kemiringan 60-90 derajat. Bukan main! Pengerjaannya kali ini dibantu oleh warga desa yang mau membantunya, sesudah melihat dengan mata kepala sendiri hasil yang telah dilakukan Mak Eroh. Dalam waktu 2,5 tahun, pekerjaan lanjutan itu terselesaikan dengan baik. Hasilnya? Bukan hanya lahan pertanian sawah Desa Santana Mekar yang terairi sepanjang tahun. Tapi juga dua desa tetangga yang ikut menikmati kucuran air hasil kerja keras Mak Eroh sesudah warganya menciptakan susukan penerus, yaitu Desa Indrajaya dan Sukaratu.
Aksi Mak Eroh balasannya hingga juga ketelinga Presiden Suharto. Atas aksinya yang tergolong berani dan memperlihatkan manfaat yang besar bagi masyarakat sekitar, Mak Eroh menerima penghargaan Upakarti Lingkungan Hidup pada tahun 1988. Setahun kemudian, ia juga meraih penghargaan lingkungan dari PBB.
Dua kisah di atas memberi pesan tersirat bahwa bergotong-royong kita mempunyai kepercayaan diri yang tinggi atas kemampuan yang dimiliki. Seperti yang dikatakan oleh Mary Kay Ash, pengusaha kosmetik sukses asal Amerika, ”Anda bisa melakukannya jikalau Anda berpikir demikian, dan jikalau Anda kira tidak sanggup melakukannya, Anda benar.” Percaya akan kemampuan diri sendiri. Jadilah lokomotif, dan teruslah bergerak untuk maju.
“Jika ada keyakinan yang sanggup menggerakkan gunung, itu yaitu keyakinan dalam diri Anda.”
– Marie von Ebner-Eschenbach, penulis, 1830-1916
0 Response to "Lokomotif Vs Atlet Pelatnas Vs Perempuantua : Apa Persamaannya?"
Post a Comment